Picture
NGALANGLANG KARYA GODI SUWARNA
( Oleh : Ahmad Yani )

" Godi Suwarna adalah sosok sastrawan Sunda, yang sangat fenomenal dan menempati tempat yang sangat khusus di hati masyarakat  pencinta sastra Sunda. Kehadirannya di jagat Sastra Sunda, demikian sangat mengesankan, Dia telah berhasil menancapkan Tonggak Kepengarangannya yang di akui sangat penting. Gaya dan  kedalaman makna tulisannya yang khas dan memukau, menyajikan nuansa yang sangat berbeda dengan para penulis sunda lainnya yang telah lebih dahulu hadir" . Demikian kesan yang disampaikan Oleh Aam Amelia ( Salah seorang Redaktur Majalah Sunda Mangle) ketika memberikan komentarnya, terkait dengan Proses Kepengarangan Godi, yang disampaikan pada acara "Ngalanglang Karya Godi Suwarna" yang di gelar pada hari senin malam, tanggal 23 Mei 2011, di Gedung Rumentang Siang Bandung.

Lebih Lanjut Aam Amalia, mengisahkan bahwa , " Kalangkang Budah ", cerpen pertama Godi,yang dikirim ke Majalah Mangle di sekitar tahun 80-an, benar-benar sangat mengejutkannya, Mengingat sulit dibayangkan seorang pengarang muda pada saat itu, mampu mengangkat sebuah tema tulisan yang sangat filosofis dan "matang ", dengan gaya tutur dan pilihan kata yang sangat mencengangkan .

Berjubelnya para pengunjung yang sangat antusias menyaksikan acara Pagelaran ini, yang melewati kapasitas bangku yang tersedia, merupakan bukti yang tak terbantahkan, betapa eksistensi seorang Godi Suwarna sebagai seorang penyair sunda papan atas memang tak dapat dipungkiri oleh siapapun . Kehadirannya bagai magnet yang mampu membuat para pengunjung lupa bahwa senin malam itu, bumi Bandung tengah di guyur hujan walau memang tidak terlalu besar .

Berjubah warna putih ,lengan panjang ,dengan variasi rompi warna merah ati , serta Sarung Kotak-kotak, Godi mampu mencuri setiap hati bagi setiap yang datang. Rambut panjangnya yang berkilau keperakkan, serta senyum renyahnya yang selalu ditebar, memberikan kesan Kondisinya sangat sehat , dan sangat berhasil menikmati hidupnya. Batang rokok rupanya tetap masih menjadi sahabatnya sejak dulu. Dia masih setia menyelip disela-sela jari-jari tangan kirinya , banyaknya orang yang bersalaman yang menyebabkan sang rokok masih tetap aman dan tak sempat dibakar . Yang berbeda dari Godi adalah  pada matanya , sekarang terlihat lebih " jinak" , tidak segarang 25 tahun yang lalu,yang terlihat setajam elang dengan rona yang memerah .

Duduk dibarisan para apresiator, sepintas aku melihat, Taufik Faturrahman, Acep Zam Zam Noer dan Ahda Imran , kemudian agak belakangan Kang UU Rukmana pun muncul dan duduk di bangku depan di bagian kiri. Selebihnya pengunjung lebih didominasi oleh para kawula muda,yang terlihat sangat antusias, bahkan mereka yang tak kebagian kursi, dengan ikhlas duduk bersila di lantai bagian depan Gedung Rumentang Siang .

Tepat pukul 19.30, acara di buka, mengalir lancar jauh dari kesan basa-basi, tak ada satupun acara yang bersifat protokoler, karena tak seorang pun memberikan kata sambutan dalam acara pagelaran ini . Rupanya Godi yang menginginkan hal ini, karena aku yakin Godi merupakan sosok yang sangat tidak menyukai "basa-basi murahan ".

Kelompok Puisi Musikal adalah paket pertama yang muncul membuat Panggung yang tertata anggun, berubah menjadi magnet kuat yang mampu menyedot penonton dengan penampilannya yang memikat .Selanjutnya ,Pembacaan Cerpen "Kalangkang Budah" menghadirkan Nuansa Getir,yang asyik di apresiasi penonton sambil berpikir, Muatan-muatan dialog yang syarat makna antara tokoh Sangkuriang dan Oedipus, membawa seluruh pengunjung Gedung Rumentang Siang, terperangkap dalam senyap, Penampilan Sang pembaca Cerpen yang tampil total dan sangat ekpresif , menjadikan acara pembacaan Cerpen "Kalangkang Budah " ini, layak untuk disebut sebagai mata acara yang paling berhasil mengekpresikan Situasi Batin Godi Kepada para pengunjung .

Uraian tentang perjalanan karir Godi suwarna ,yang memuat gambaran kehidupan masa kecil dan kisah jatuh bangunya dalam proses "berkeseniannya", diurai cukup lengkap,melalui komentar dari keluara terdekat dan para sahabatnya sesama para seniman ,yang dapat di ikuti pengunjung melalui tayangan di layar lebar,dibelakang panggung.Mereka yang memberikan komentar dan kesaksian tentang Godi diantaranya,Yuniarso ridwan,Heri Dim,Tisna Sanjaya, Wawan Husein,Kang Taufik Faturrahman,Acep Zam-Zam Noer,Aam Amelia dan beberapa seniman lain ,yang nada komentarnya hampir sama ,memandang bahwa Godi adalah seniman langka yang kehadirannya merupakan berkah yang tak ternilai bagi perkembangan sastra Sunda khususnya dan Sastra Indonesia pada umumnya.

" Nu boga lalakon mah biasana oge ,datang pang pandeurina " . Demikian Kalimat pertama yang ditebar Godi,yang disampaikan secara jenaka ,pada saat ia muncul di panggung di bagian akhir acara .

" Nu muncul tadi mah ! , penjahat ,  tah ...ieu ..nu boga lalakon sabenernamah !! " demikian Godi melanjutkan kalimat jenakanya yang terasa sangat cair ,tidak memberikan jarak hati kepada penonton .

" Kuring lahir tanggal 23, bulan Mei ! ... Tapi taun 1956 na mah ku kuring moal disebutkeun ! , meh ..loba nu nyangka kuring masih ngora ! ...he he he ! ". Kalimat Godi yang lucu ini ,lansung mendapat tepuk tangan emuruh dari pengunjung.

Sangat mengejutkan sekaligus mengagumkan ,Godi mampu tampil secara rileks ,dan Sangat menghibur, banyolannya terasa konyol tapi demikian Cerdas karena tak ada kesan di buat-buat , seakan lahir dari hatinya yang terdalam,sebagai pencerminan dari pribadinya yang memang sudah berhasil menggenggam rahasiah hidup dan menjalaninya dengan sangat enteng .Tak semua penyair mampu membaca puisi dengan baik , tapi bagi Godi itu suatu kekecualian .Godi masih sangat Garang ,dan penjiwaannya masih sangat utuh bahkan terasa lebih gila dari yang pernah aku lihat 25 tahun yang lalu.

Tayangan di layar lebar,dipenghujung acara,yang menampilkan sosok Godi ,tengah berada di Areal Pemakaman Keluarga ,sungguh merupakan suatu kejutan ,yang tak terdua-duga.

" Tah ...di dieu ..sigana ...akhir perjalanan hirup kuring teh ..., Ah ...kuring mah ,rek milih dijuru belah ditu ..tuh ,dihandapeun tangkal kai nu iuh ..., ngan omat kuring amanat  kasararea , kuring hayang ...di pangmahatkeun Sajak "Cikaracak " di luhurun makam kuring , ...awas mun teu dilaksanakeun ...ku kuring rek di cekek !!! He he he !! " Godi masih mengumbar humornya , tapi kalimat yang terakhir ini terasa demikian getir, Sungguh religius seorang Godi , karena di balik perjalanan hidupnya yang sangat "Gelisah" ,dia tetap menyadari tentang kefanaannya. Kemudian sikap pasrahnya dalam menanti maut , merupakan ungkapan sikap santun yang mendalam,terhadap ketidak berdayaannya terhadap kuasa sang Maha Pencipta.

Waktu telah menunjukkan pukul 21.30 , dua jam bersama "Ngalanglang Karya Godi Suwarna" sungguh menjadi tak terasa.Ada suatu perasaan yang berat ketika Godi mengucapkan salam perpisahan dari atas panggung .Tak dapat dipungkiri bahwa acara ini demikian sangat berkesan bagi kami.Kami ...salut padamu Kang Godi , teriring pesan ...tetaplah berkarya , dan hiasi Langit Satra Sunda ini, dengan torehan-torehan karyamu ,yang akan semakin bertaburan menjadi bintang yang berkelip indah , sebagai motivasi bagi para kawula muda para penerusmu ,untuk tetap setia menjadikan karya sastra sebagai media ekpresi yang akan mengindahkan rasa .

Pintu Barat Kampus Unjani ,Cimahi

Selasa ,24 Mei 2011